Revolusi Industri Karet yang Ramah Lingkungan

Revolusi Industri Karet yang Ramah Lingkungan




Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi menjadi produsen utama dunia ( Cina dan India bergeser menjadi konsumen Karet utama dunia). Jawa Barat propinsi di Indonesia di zaman penjajahan Belanda dikenal sebagai kota perkebunan dan peristirahatan dengan keindahan panorama atau pegunungan yang berhawa sejuk, sebagian besar daerahnya bergunung-gunung, memiliki perkebunan teh, kina, kopi dan karet.
Limbah karet menjadi masalah yang cukup serius untuk ditangani. Tidak hanya di negara berkembang tapi juga bagi negara maju. Mengingat material karet terbuat dari bahan pertokimia yang umumnya tidak ramah lingkungan, maka penggunaan material karet yang ramah lingkungan sangat diharapkan, karena dapat menyelesaikan masalah pengurangan limbah karet. Solusi yang diupayakan yaitu menggabungkan bahan hasil pertanian seperti pati dengan bahan petrokimia. Adapun usaha penggunaan kedua meterial tersebut dapat dilakukan berbagai cara, seperti mancampurkan pati kedalam material karet melalui proses blending (pencampuran) atau dengan cara mereaksikan pati dengan monomer yang terbuat dari bahan petrokimia. Ada pula cara lain yaitu dengan mereaksikan pati yang bersifat polar dengan zat ketiga (air), agar hasilnya bersifat non polar dan bila dicampurkan dengan material karet yang bersifat non polar, akan tercampur dengan baik.
Polimer sintetik mempunyai sifat fisik yang unggul, seperti lebih tahan air dan kekuatan tariknya cukup tinggi. Sementara itu polimer alam, seperti pati dan kapas mempunyai sifat fisik yang kurang baik. Sehingga panggabungan pati dengan monomer petrokimia akan sangat baik, karena dapat diharapkan menghasilkan material yang sifat fisiknya baik dan bersifat ramah lingkungan.


Hutan tanaman karet selain bermanfaat bagi penyerapan gas CO2 diudara agar lingkungan hidup tetap bersih dan nyaman juga yang paling penting bahwa lateks (getah karet) dapat diolah menjadi produk (barang-barang) dari karet yang sangat dibutuhkan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk membuat ban kendaraan (mobil, sepeda motor, pesawat terbang), sebagai bahan pembungkus kabel listrik, bantalan mesin, untuk membuat dot bayi, untuk bahan sol sepatu, untuk pembuatan balon, untuk bahan pembuatan lem, pembuatan sarung tangan, untuk membuat kasur busa dan sebagainya.
Getah dari pohon karet dikenal sebagai lateks adalah cairan putih kental yang dapat dibekukan memakai larutan asam formiat. Pada pembuatan berbagai produk karet diperlukan filler (bahan pengisi) yang pada umumnya menggunakan beberapa jenis bahan kimia seperti Kalsium Karbonat, Titanium Dioksida, Karbon Black dan lain-lain.Sesungguhnya bahan kimia bersifat esensial (cukup penting) dalam peningkatan kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor seperti pada industri pengolahan karet. Akan tetapi penggunaan bahan kimia pada pengolahan karet alam memiliki beberapa kelemahan antara lain, penggunaan bahan kimia dapat membahayakan kesehatan para pekerja industri seperti gangguan pada kulit dan pernafasan. Oleh sebab itu perlu diperkenalkan bahan filler alternative seperti tepung tapioca misalnya. Persentase campuran antara tepung tapioka dan lateks harus diperhatikan agar menghasilkan paduan yang homogen dan dapat terkoagulasi dengan baik.
Pengolahan lateks menjadi karet alam ramah lingkungan membutuhkan bahan tambahan yang cocok disamping mudah didapat serta harganya yang relatif murah. Penggunaan tapioka sebagai bahan pengisi (filler) pada lateks cukup ekonomis karena tapioka melimpah dan harganya murah dibandingkan menggunakan bahan petrokimia dan disamping itu produk polimerisasi karet alam akan mudah dihancurkan bakteri Aspergillus Niger didalam tanah sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Berdasarkan percobaan diketahui bahwa karet beku yang dihasilkan dari lateks yang diblending dengan tapioka kering memiliki keunggulan sifat fisik dan kimia dibanding lateks yang diblending tapioka basah. Lateks dengan tapioka basah menyebabkan campuran makin encer sehingga sifat karet beku menjadi lebih lembek dibanding karet beku dari hasil blending dengan tapioka kering. Pada blending lateks-tapioka basah dengan asam semut dalam variasi volume terjadi koagulasi cukup baik dan kekenyalan yang wajar. Massa karet yang baik yang dihasilkan dari lateks-tapioka kering maupun lateks-tapioka basah semakin banyak yaitu massa gumpalan karet bertambah dengan makin bertambahnya volume asam semut 25%. Akan tetapi tampak pula bahwa kekenyalan karet yang dihasilkan lateks-tapioka kering lebih baik pada penambahan asam semut volume rendah dibandingkan lateks-tapioka basah, terdapat kemungkinan bahwa sample lateks-tapioka kering memiliki keunggulan yaitu untuk proses koagulasi cukup dengan sedikit asam semut konsentrasi 25%. Penemuan ini sangat bermanfaat untuk membantu pelaku industri melalui informasi teknologi tepat guna pengolahan lateks dengan penambahan tapioka menjadi produk karetyang mudah terdegradasi atau dapat dihancurkan oleh tanah sehingga mengurangi pencemaran lingkungan (ramah lingkungan).
Selain itu, industri karet alam umumnya menimbulkan efek lingkungan negatif yaitu gumpalan yang berbau busuk. Untuk mencegah bau busuk tersebut dapat digunakan asap cair sebagai penggumpal lateks.


Asap cair yang dibuat dari cangkang kelapa sawit mengandung senyawa Fenol sehingga dapat mencegah perkembangan bakteri penyebab bau busuk dan mutu karet yang dihasilkan setara dengan penggumpal anjuran (asam Formiat).
Dalam pengolahan karet sit asap (RSS) dengan penggumpal asap cair ini, waktu pengeringan sit bisa lebih cepat 3 sampai 4 hari, dibandingkan dengan penggumpal asam formiat, hal ini juga akan mencegah emisi C02 sampai setengahnya karena jumlah kayu karet yang dibakar menjadi setengahnya untuk pengawetan dan pengeringan sit. Hal ini ditunjukkan untuk pengolahan limbah perkebunan yang tepat menghasilkan bahan substitusi untuk proses industri pengolahan karet alam yang lebih baik, ramah lingkungan dan cepat, disamping perkembangan aplikasi masa depan yang sangat luas.

Keunggulan Inovasi ini yaitu :
  • Dibuat dari limbah alami yang ramah lingkungan dan tersedia dalam jumlah sangat besar
  • Mencegah pertumbuhan bakteri dalam pengolahan karet sehingga tidak terjadi bau busuk.
  • Dapat dimanfaatkan untuk mengurangi bau busuk limbah industri atau sampah lainnya.
  • Bisa dipakai untuk pengawet pupuk organik, pestisida, fungisida, herbisida, obat-obatan, dan makanan.
  • Sebagai bahan untuk memproduksi bio-oil melalui proses pirolisis cepat (fast pyrolysis).




Di Indonesia telah berkembang teknologi pemanfaatan gas cair ini yaitu di pabrik asap cair yang dibangun oleh PT Global Deorub Industry, dengan merk dagang “Deorub”. Pabrik asap cair “Deorub” ini merupakan pabrik asap cair pertama   di Indonesia dan bahkan di dunia. Pabrik ini menggunakanbahan   baku dari limbah cangkang (tempurung) kelapa sawit dan diaplikasikan untuk industri karet.
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah industri karet. Baru-baru ini Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara bekerjasama dengan Japan External Trade Organization (Jetra) menargetkan terciptanya industri karet yang lebih ramah lingkungan. Kerjasama ini dilakukan melalui pemberian pelatihan bagi pelaku bisnis karet di Sumatera Utara melalui pemberlakuan pengolahan atas limbah lumpur aktif sisa olahan industri karet menjadi sesuatu yang lebih bernilai ekonomis. Selama ini  untuk pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), pengusaha harus melakukan investasi hingga Rp 1,5 milyar tanpa memberikan manfaat apapun. Melalui program kerjasama ini, diharapkan nantinya endapan lumpur aktif yang ditampung dalam bak penampung Ipal dapat diolah kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat, seperti halnya pupuk organik berupa kompos.

Selain dapat dipasarkan bagi kepentingan petani, pupuk ini juga dapat bermanfaat bagi 16 pengusaha industri pengolahan karet yang memiliki pabrik di Sumatera Utara. 
Investasi yang harus dikeluarkan pengusaha, hanya sebatas pembuatan lokasi penjemuran lumpur, lokasi pencampuran endapan lumpur dengan unsur hara tambahan dan tempat pengemasan.
Selain diharapkan dapat memberi manfaat keuntungan bagi pemilik pabrik olahan karet, upaya penciptaan industri karet yang lebih ramah lingkungan dilakukan sebagai upaya memenuhi standart ISO 14002.

Untuk pemenuhan standar ini pula, Jepang sebagai salah satu negara importir bahan olahan karet (Bokar), telah melakukan pelatihan bagi pelaku usaha karet Sumut selama beberapa tahap.
 
Gapkindo juga mengharapkan adanya dukungan dan peran serta instansi terkait, seperti Departemen Perindustrian dan Perdagangan, perbankan maupun Departemen Pertanian RI untuk terlibat dalam upaya pemasaran produk-produk ramah lingkungan ini. 
Setiap perindustrian di Indonesia umumnya wajib memiliki konsep ramah lingkungan terhadap proses dan hasil produknya. Industri yang menerapkan strategi ramah lingkungan mempunyai tujuan:
1.   menciptakan produk yang sehat, aman dan berkualitas,
2.   meminimalkan potensi kontaminasi bahan-bahan yang beracun atau berbahaya pada produk,
3.   melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja
4.   meminimalkan terbentuknya limbah (zero waste) baik dalam jumlah dan toksisitasnya
Dengan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, maka akan bermanfaat untuk generasi penerus yang mendatang.

Referensi :